Pajak Online Shop: Jenis, Implementasi, dan Cara Hitung


Ketentuan mengenai pajak online shop telah diatur dalam Undang-Undang PPH Pasal 17. Jadi bagaimana implementasi kewajiban pajak online shop dan cara perhitungannya? Pahami penjelasan lengkapnya!

Apa Itu Pajak Online Shop

Pajak tidak dapat dihindarkan dalam pengeluaran kegiatan usaha, tidak terkecuali dalam bisnis online

Pajak transaksi online adalah pajak yang dikenakan saat terjadinya proses transaksi dalam jual beli secara daring. Sedangkan untuk pajak usaha jualan online adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan dari kepemilikan bisnis daring. 

Pengertian pajak online tersebut menjelaskan secara jelas bahwa pajak akan dibebankan kepada penjual, pembeli, maupun pemilik platform online marketplace

Pedagang online shop yang memiliki penghasilan bruto mencapai kurang dari Rp4,8 miliar per tahun akan dibebankan pajak UMKM

Besaran pajak UMKM sebesar 0,5 persen dari penghasilan bruto yang didapatkan dari sebuah kegiatan usaha dalam satu tahun atau 12 bulan. Apabila penghasilan bruto di atas Rp4,8 miliar maka akan dikenakan skema perhitungan normal.

Berdasarkan ketetapan Ditjen Pajak Republik Indonesia menyatakan bahwa semua penjual online maupun UMKM yang melakukan penjualan online yang memenuhi kriteria subjektif dan objektif akan dibebankan wajib bayar pajak. Kewajiban tersebut meliputi mendaftar, menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya. 

Jenis Pajak Online Shop dan Cara Menghitungnya

Pajak bisnis online memiliki berbagai jenis tergantung dari subjek yang dibebankan pajaknya. Kira-kira apa saja jenis pajak online shop dan cara menghitungnya? Berikut penjelasan selengkapnya:

1. Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak penghasilan (PPh) akan dibebankan kepada penjual yang melakukan kegiatan usaha di platform marketplace

BACA JUGA :  Kemudahan Berjualan di Praktisidigital bagi Dropshipper dan Supplier

Pajak penghasilan akan diambil dari hasil omzet penjualan di online shop tersebut. Tarif pajak online shop ini dikenal dalam tarif PPh UMKM PP 23/2018, yang terbaru mengatur ketentuan mengenai batasan omzet yang dikenakan PPh Final UMKM diubah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. 

Semakin besar omzet yang diperoleh dalam kegiatan usaha daring, maka akan semakin besar pajak yang dibebankan kepada pengusaha tersebut. Cara perhitungan nya bisa mengikuti skema sebagai berikut. 

  • Bagaimana bila omzet kurang dari Rp4,8 miliar dalam setahun?

Apabila seorang pengusaha memiliki omzet Rp4 miliar rupiah dalam setahun dalam catatan keuangan 2021, maka dikenakan pajak dalam Tarif PPh Final PP 23/2018 sebesar 0.5%. 

Perkiraan angka nya adalah 0,5% x Rp4.000.000.000 = Rp20.000.000 per tahun. Di dalam catatan keuangan 2021 pengusaha tersebut wajib membayarkan pajak sebesar 20 juta rupiah. 

Sedangkan bila pengusaha tersebut pada tahun berikutnya hanya mencapai omzet sebesar Rp 500 juta atau dibawahnya, maka kewajiban PPh Final 0,5% tidak berlaku lagi atau dapat dikatakan menjadi bebas pajak. 

Bisa jadi berbeda kisah apabila pengusaha tersebut telah mencapai omzet Rp4,8 miliar atau lebih di tahun berikutnya. Pengusaha tersebut akan dikenakan tarif pajak progresif (PPh Progresif) dan wajib mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak Badan PKP untuk mendapatkan keringanan dalam pembayaran pajak selanjutnya. 

Menurut Ditjen Pajak “Saat seseorang WP Badan PKP memiliki omzet diatas Rp4,8 miliar atau kurang dari Rp50 miliar setahun, maka akan mendapatkan keringanan dalam pengurangan pembayaran sebesar 50% sesuai Pasal 31E UU PPh.” 

  • Bagaimana bila omzet mencapai Rp4,8 miliar dalam setahun?

Dalam perhitungannya untuk WP Badan PKP yang memiliki omzet diantara 4,8 miliar rupiah sampai di bawah 50 miliar rupiah akan menjadi seperti berikut ini:

BACA JUGA :  10 Mitos Bisnis dan Kebenarannya yang Perlu Diketahui
50% x Tarif x ([Rp 4,8 miliar/Penghasilan Bruto] x Penghasilan Kena Pajak) + Tarif  x (Penghasilan Kena Pajak – [(Rp 4.8 miliar/Penghasilan Bruto) x Penghasilan Kena Pajak]) = Pajak penghasilan yang wajib dibayarkan. 
  • Bagaimana bila omzet mencapai Rp50 miliar dalam setahun?

Sedangkan untuk pengusaha yang telah memiliki omzet tahunan mencapai Rp50 miliar atau diatasnya, maka akan dikenakan tarif PPh Badan 22% tahun 2020. 

Tentunya dalam pelaporannya selain omzet, termasuk juga besaran penghasilan kena pajak dalam satu tahun. 

2. PPh Pasal 23/26 dan PPh 21 

Pajak penghasilan ini akan dibebankan kepada penyedia marketplace. Besaran tarifnya didapatkan dari biaya jasa dari pelaku usaha kepada pihak penyedia marketplace

Ketentuan PPh Pasal 23 untuk perusahaan wajib pajak dalam negeri, sedangkan PPh Pasal 26 untuk perusahaan wajib pajak luar negeri. 

Apabila perseorangan termasuk dalam kegiatan usaha di dalam sebuah platform marketplace seperti freelancer, reviewer, maupun influencer dapat dikenakan PPh 21 dari biaya komisi yang telah dibayarkan atas jasa yang telah diberikan. 

Keseluruhan biaya tersebut akan disetorkan langsung oleh pihak marketplace kepada kas negara. 

3. Pajak Penambahan Nilai (PPN) 

Pajak penambahan nilai termasuk dalam kewajiban pihak marketplace, bukan termasuk mitra penjual didalamnya. Pengenaan PPN akan otomatis terpotong apabila terjadi transaksi di dalam platform marketplace tersebut. 

PPN bisa saja terjadi pada barang elektronik. Untuk hal itu, maka PPN yang dikenakan adalah PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Sehingga kasus PPN ini dibebankan kepada pembeli yang membayarkan barang elektronik tersebut.  

Apabila mitra penjual dalam marketplace telah memiliki omzet lebih dari 4,8 miliar rupiah dalam satu tahun, maka wajib pajak tersebut harus mengajukan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Sehingga mitra penjual tersebut dapat memungut PPN tersendiri yang akan disetorkan kepada kas negara. 

BACA JUGA :  Asma Daily Wear: Berani Memulai Bisnis

4. Pajak Impor Barang dari Luar Negeri 

Barang yang diperoleh dari luar negeri dan diperjualbelikan daring di dalam negeri dapat dikenakan pajak transaksi. Pajak tersebut meliputi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Masuk, dan PPh Impor. 

Ketetapan tersebut telah diatur didalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK.010/2019 tentang Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman.

Ketiga pajak tersebut akan dibebankan kepada pembeli perseorangan maupun perusahaan dengan nilai barang diatas US$3. 

Barang impor tersebut akan melewati Kawasan Perdagangan Bebas seperti Kabupaten Bintan, Kota Batam, Kota Sabang, dan Kabupaten Aceh Besar. Sejatinya, biaya pemotongan tersebut telah termasuk dalam biaya jasa kirim yang akan disetor oleh perusahaan jasa kirim kepada kas negara. 

Seorang pembeli akan mengimpor suatu barang dengan nilai harga jual barang sebesar 800.000 ribu rupiah. 

Berapa biaya yang harus dibayarkan oleh pengusaha tersebut? Berikut penjelasan singkat mengenai cara menghitungnya:

Harga Jual Barang  = Rp800.0000
Bea Masuk = 25% x Rp800.000 = Rp200.0000 +
= Rp1.000.000
PPh Impor  = 7,5% x Rp1.000.000 = Rp75.000
PPN  = 10% x  Rp800.000 = Rp80.000 + 
Harga Barang Setelah Pajak  = Rp1.155.000
Ongkos Kirim Lokal  Misalnya untuk DKI Jakarta Rp30.000 = Rp30.000
Total Harga yang harus dibayarkan = Rp1.185.000

Jadi pembeli tersebut harus membayar Rp1.185.000 agar barang impor tersebut dapat langsung sampai ke rumah pembeli tersebut. 

Hasil dari penjualan barang impor tersebut, pengusaha yang menjual barangnya mendapatkan Rp800.000, sedangkan sisanya Rp385.000 akan disetorkan kepada kas negara melalui perusahaan jasa kirim. 

Itulah penjelasan lengkap mengenai pajak online shop maupun rincian pajak yang dibebankan oleh seseorang. Semoga artikel ini dapat membantu kamu untuk menghitung pajak yang benar dan mengetahui rincian yang jelas atas penghasilan dari online store

Kamu baru memulai bisnis online? Bisa mulai buat toko online melalui Praktisidigital yang menyediakan layanan website dengan 100++ desain website yang menarik. 

Selain itu, Praktisidigital juga memiliki fitur payment gateway yang telah didukung oleh layanan payment yang sedang tren saat ini, seperti Gopay, OVO maupun QRIS. Dukungan Praktisidigital dapat memudahkan bisnis online kamu saat ini!

Masih bingung dan mau belajar bisnis? Kamu bisa cek Praktisidigital Business Academy. Gratis!