Konsumerisme: Penyebab, Ciri, Contoh, dan Dampak


Konsumerisme adalah konsep di mana konsumen membelanjakan barang-barang/layanan yang belum tentu menjadi kebutuhan dasar mereka, atau bahkan berlebihan. Fenomena ini memiliki dampak negatif di sosial dan ekonomi, meskipun menguntungkan pelaku bisnis dalam beberapa aspek.

Apa Itu Konsumerisme dalam Ekonomi?

Terkait konteks ekonomi, konsumerisme adalah teori bahwa pengeluaran konsumen atas pembelian barang dan jasa menjadi pendorong utama ekonomi, serta ukuran sentral dari keberhasilan produktif ekonomi kapitalis. 

Maksudnya, pengeluaran konsumen mewakili Produk Domestik Bruto (PDB). PDB adalah nilai pasar total dari semua barang dan jasa yang dihasilkan oleh perekonomian suatu negara dalam periode waktu tertentu. 

Berdasarkan sudut pandang ini, konsumerisme adalah sesuatu hal yang positif karena dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Beberapa ekonom juga percaya bahwa pembelanjaan konsumen dapat merangsang produksi dan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.

Apa Itu Konsumerisme dalam Tatanan Sosial?

Secara umum dalam tatanan ekonomi dan sosial, konsumerisme adalah perilaku konsumen yang membeli barang dan hasil produksi dalam jumlah besar dan secara berlebihan.

Kelompok konsumen tersebut membeli barang bukan berorientasi pada kebutuhan, tapi berdasarkan orientasi status sosial. 

Produk-produk yang dibeli–kebanyakan produk bermerek–digunakan bukan karena fungsinya, tapi untuk menunjukkan prestise, citra, pesan, atau simbol status sosial. 

BACA JUGA :  Apa Itu Ekuitas? Cek Rumus, Elemen, Jenis, Fungsi

Gaya hidup konsumerisme mencerminkan perilaku konsumtif, pemborosan, penghamburan, hingga memicu kecanduan untuk terus membeli produk-produk yang mungkin tidak mereka butuhkan. 

Berkaitan dengan sudut pandang ini, konsumerisme memiliki dampak negatif. Gaya hidup ini juga banyak dikritik karena ada konsekuensi ekonomi, sosial, lingkungan, dan psikologis.

Penyebab Budaya Konsumerisme

Membahas konsumerisme dalam tatanan sosial, berikut beberapa faktor penyebabnya:

1. Gaya Hidup 

Obsesi pada gaya hidup mewah atau mengikuti tren gaya hidup yang berkembang di lingkungan tersebut. 

Kondisi ini memicu seseorang untuk terus membeli dan memiliki barang-barang untuk menunjukan status sosialnya. 

2. Pemenuhan Keinginan 

Membeli barang-barang hanya berdasarkan keinginannya saja, bukan apa yang dia butuhkan. 

Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh modernisasi dan globalisasi. 

3. Perkembangan Teknologi 

Perkembangan teknologi yang pesat–dengan peluncuran berbagai produk teknologi yang cepat–membuat pelanggan ingin selalu membeli demi mendapatkan fitur terbaru. 

Hadirnya media sosial ada efek sampingnya juga. Misalnya, kelompok orang yang berpengaruh memamerkan gaya hidup konsumerisme mereka di media sosial, lalu itu menjadi tren di kehidupan sosial audiensnya. 

4. Produk dan Merek 

Perusahaan yang memiliki brand equity dan brand image yang kuat dapat memengaruhi audiens untuk membelinya. 

Brand juga mampu menciptakan permintaan dengan berbagai cara–salah satunya iklan manipulatif–yang meyakinkan konsumen bahwa membeli produk itu akan meningkatkan status sosial dan semacamnya. 

Ciri-Ciri Budaya Konsumerisme 

Beberapa karakteristik dari budaya consumerism:

  • Menerapkan gaya hidup materialisme, mencolok, konsumsi berlebihan yang refleksif, dan boros. 
  • Ingin menunjukan status sosial.
  • Ingin tampil dan mungkin ingin jadi pusat perhatian. 
  • Cenderung senang dan merasa bangga untuk memamerkan barang-barang. 
  • Mencari barang-barang terbaru untuk membedakan dirinya dari yang lain. 
  • Mengikuti gaya hidup dari figur publik seperti influencers atau selebriti. 
  • Tidak mementingkan kebutuhan, tapi keinginan.
BACA JUGA :  Apa Itu Margin dan Rumus Cara Menghitung untuk Bisnis

Contoh Konsumerisme

Berikut ini beberapa contoh konsumerisme dalam bisnis dan kehidupan sehari-hari:

1. Perusahaan Smartphone 

Perusahaan smartphone merilis sebuah smartphone dengan fitur canggih. Berhasil menciptakan permintaan dan pelanggan sangat bersemangat untuk mendapatkannya. 

6 bulan kemudian, perusahaan merilis smartphone baru yang sedikit lebih canggih. Membuat konsumen ingin tetap membelinya meskipun smartphone sebelumnya masih berfungsi baik. 

2. Perusahaan Fashion 

Fenomena fast fashion atau tren fashion yang berganti sangat cepat cenderung memicu timbulnya konsumerisme. 

Pelanggan tidak mau ketinggalan tren dan perusahaan memanfaatkan itu untuk mengembangkan bisnisnya plus mendapatkan profit sebanyak-banyaknya. 

Konsumerisme mendorong pelanggan untuk menghabiskan banyak dana untuk beli barang-barang konsumen seperti mobil, pakaian, sepatu, elektronik, dan gadget lebih dari yang mereka butuhkan–dari pada menabung, berinvestasi, atau kebutuhan prioritas lainnya. 

Dampak Negatif Konsumerisme

Berikut ini beberapa kontra dari budaya konsumerisme: 

  • Simbol identitas dan status hanya berdasarkan konsep materi saja. 
  • Status sosial yang diukur dari kepemilikan materi semata dapat memicu stres, kecemasan, dan depresi pada orang-orang.
  • Memengaruhi nilai dan prinsip moral konsumen.
  • Semakin tinggi permintaan produk akan membuat harga semakin mahal. 
  • Adanya pola keuangan yang tidak sehat demi memenuhi gaya hidup tinggi, seperti pinjaman dan meningkatkan tingkat utang. 
  • Memicu pencemaran lingkungan, seperti pencemaran industri, pembuangan limbah, serta eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan.

Beberapa pihak menilai budaya konsumerisme pada masyarakat berkontribusi pada pergeseran nilai-nilai dan cara hidup tradisional, degradasi lingkungan, dan efek psikologis negatif. Selain itu, ada eksploitasi konsumen oleh bisnis besar. 

Keuntungan Konsumerisme dalam Bisnis 

Para ekonom menganggap bahwa konsumen dapat manfaat dari utilitas barang konsumsi yang mereka beli. 

Selain itu, pelaku bisnis dapat meningkatkan penjualan, menghasilkan pendapatan, hingga keuntungan yang maksimal. 

BACA JUGA :  Loyalitas Pelanggan: Jenis, Indikator, Cara Mengukur

Misalnya, ketikan toko baju memiliki penjualan yang meningkat, maka toko itu mendapat penghasilan sesuai targetnya. 

Itu artinya, pemasok kain, bisnis konveksi, dan vendor lainnya yang bekerja sama dengan toko pakaianan tersebut juga mendapatkan keuntungan. 

Pembelanjaan konsumen meskipun itu konsumerisme dapat menguntungkan perekonomian dan sektor bisnis.

Berikut ini beberapa keuntungan konsumerisme: 

  • Semakin besar pengeluaran konsumen untuk membeli barang, artinya semakin baik bagi bisnis dan pelaku usaha. 
  • Ini juga dapat meningkatkan PDB nasional dan bahkan ekonomi global.
  • Bisnis juga bersaing dengan sehat, memproduksi barang-barang berkualitas tinggi untuk memenuhi kebutuhan konsumen. 
  • Konsumen mendapatkan barang dengan standar kualitas tinggi.
  • Perusahaan juga mempekerjakan tenaga kerja dengan keterampilan untuk memproduksi produk inovatif yang memenuhi kebutuhan pelanggan. Ini berarti meningkatkan lapangan kerja. 
  • Menciptakan persaingan bisnis yang sehat, dalam artian hanya merek dan bisnis terbaik yang akan bertahan di pasaran. 

Itulah pembahasan tentang konsumerisme dengan pro dan kontranya. 

Jika kamu pelaku bisnis, kamu bisa manfaatkan konsumerisme untuk mendapatkan keuntungan. Tentunya di zaman sekarang, kamu bisa optimalkan bisnis secara online

Sebagai langkah awal, kamu bisa buat toko online melalui Praktisidigital. Cukup klik daftar, upload produk, lalu kamu bisa langsung jualan online. Fiturnya lengkap dan tanpa coding!