Pajak UMKM: Pengertian, Jenis, Cara Hitung, dan Cara Bayar


Banyak orang yang masih bingung mengenai pajak UMKM karena dianggap perhitungannya lebih sulit akibat dari jumlah penghasilan yang tidak tetap. Hal ini membuat banyak pelaku usaha jenis ini lalai dalam mengurus pajak. Sebagai pelaku usaha, kamu harus memahami berbagai hal tentang pajak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah berikut ini!

Apa Itu UMKM?

UMKM adalah salah satu jenis usaha yang saat ini semakin menjamur di Indonesia. Sebelum membahas tentang jenis pajak yang dibayarkan, ketahui lebih dulu apa itu UMKM berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil Menengah.

Menurut UU tersebut, kriteria usaha ini dibedakan dari jumlah omzet penjualan selama satu tahun dan aset yang dimilikinya. Berikut adalah kriterianya:

  • Usaha Mikro: Kekayaan bersih tidak lebih dari Rp50.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau penghasilan tahunan paling banyak Rp300.000.000,-.
  • Usaha Kecil: Kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000,- hingga paling banyak Rp500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau penghasilan tahunan lebih dari Rp300.000.000,- sampai Rp2.500.000.000,-.
  • Usaha Menengah: Kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,- sampai dengan Rp10.000.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau penghasilan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,- sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,-

Pajak UMKM adalah pajak atas penghasilan yang didapatkan oleh seorang pelaku usaha tersebut dan juga pajak yang dipotong dari berbagai transaksi yang dilakukan oleh UMKM tersebut.

Jika usaha kamu memenuhi kriteria seperti yang disebutkan di atas maka artinya kamu diharuskan membayar pajak dari omzet penjualan bisnis tersebut. Jenis pajak yang dikenakan ada beberapa jenis dan setiap badan usaha bisa memiliki ketentuan pajak yang berbeda bergantung bentuk badan usahanya.

Baca Juga: 7 Perbedaan UKM dan UMKM (Penjelasan Lengkap)

Kewajiban Pajak UMKM

Terdapat beberapa kewajiban pajak yang harus dipotong dan dibayarkan UMKM setiap bulannya oleh Wajib Pajak Orang Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan. Khusus untuk Wajib Pajak Badan, ada juga pajak yang dibayarkan secara tahunan.

Berikut adalah beberapa kewajiban pajak UMKM:

BACA JUGA :  Kas Kecil: Definisi, Tujuan, Metode, dan Cara Menyiapkan

1. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

Apabila UMKM memiliki karyawan dengan penghasilan dikenakan pajak. Gaji minimum tidak kena pajak tahun 2021 adalah Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan.

Apabila gayi karyawan di atas jumlah tersebut maka UMKM wajib memotong PPh 21 dari penghasilan karyawan yang terkait pekerjaan untuk disetorkan ke kas negara. Selanjutnya perusahaan wajib memberikan bukti potong PPh 21 pada karyawan tersebut.

2. PPh Pasal 23

PPh 23 umumnya ditujukan untuk kategori usaha menengah yang dikekola Badan Usaha. Pajak ini dibayarkan ketika:

  • Perusahaan melakukan transaksi pembayaran dividen atau pembagian keuntungan pada pemegang saham berbentuk perusahaan) dengan kepemilikan saham maksimal 25%.
  • Perusahaan membayar royalti, hadiah, bunga pinjaman selain pada bank, dan bonus atau penghargaan lain yang tidak dipotong PPh 21.
  • Perusahaan membayar sewa penggunaan harta, jasa konstruksi, imbalan jasa teknik, jasa konsultan, jasa manajemen, dan jasa lainnya yang diatur Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015.

Ketika melakukan pembayaran di atas, perusahaan wajib memotong pajak dari WP Orang Pribadi maupun WP Badan Dalam Negeri.

Tarif PPh 23 berbeda untuk pemilik NPWP dan bukan pemilik NPWP. Berikut Rinciannya:

  • PPh 23 untuk dividen, royalti, bunga pinjaman, penghargaan, dan bonus bagi yang memiliki NPWP: 15%.
  • PPh 23 untuk dividen, royalti, bunga pinjaman, penghargaan, dan bonus bagi yang tidak memiliki NPWP: 30%.
  • PPh 23 untuk sewa atas penggunaan harta atau jasa bagi yang memiliki NPWP: 2%.
  • PPh 23 untuk sewa atas penggunaan harta atau jasa bagi yang tidak memiliki NPWP: 4%.

3. PPh Pasal 26

PPh Pasal 26 dikenakan apabila UMKM melakukan transaksi dengan Wajib Pajak Luar Negeri.

Transaksi dapat berupa gaji, jasa, royalti, sewa, dividen, dan transaksi lainnya yang ada pada PPh 21 dan PPh 23. Bedanya, perusahaan akan memotog PPh 26 ini dari WP Orang Priadi Asing atau WP Badang Asing.

Tarif PPh Pasal 26 adalah 10% dari penghasilan bruto yang diterima oleh pribadi maupun badang asing tersebut.

4. PPh Pasal 4 Ayat (2)

PPh 4 ayat (2) bersifat final, sehingga penghasilan yang dipotong tidak diperhitungkan kembali dalam SPT Tahunan PPh Badan.

Pajak ini adalah pajak penghasilan yang dikenakan dari transaksi penghasilan atas usaha dari jasa konstruksi, sewa atas tanah dan/atau bangunan, pengalihan hak tanah dan/atau bangunan, dan dari dividen perusahaan yang dibayarkan pada orang pribadi.

Berikut adalah tarif yang dikenakan:

  • Dividen yang dibayarkan ke orang pribadi 10%.
  • Sewa tanah/bangunan 10%.
  • Pengalihan hak atas tanah/bangunan 2,5%.
BACA JUGA :  Fixed Cost dan Variable Cost: Arti, Perbedaan, Contoh, dll

5. PPh Final PP 23/2018

Jenis pajak ini lah yang akan kita pelajari perhitungan dan cara pembayarannya. Awalnya PPh Final UMKM ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2013, di mana UMKM dikenakan tarif pajak 1% dari penghasilan atau omzet yang diterima oleh wajib pajak.

PPh Final ini berlaku untuk Wajib Pajak dengan omzet paling banyak Rp4,8 miliar dalam per tahun.

Pada tahun 2018, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 23 Tahun 2018 dan mengenakan tarif baru untuk PPh final, yaitu sebanyak 0,5% dari omzet. Pemotongan tarif ini diharapkan agar pelaku usaha dapat mengalihkan dana tersebut untuk lebih mengembangkan bisnisnya.

Pemotongan ini berlaku terbatas atau tidak selamanya dan berlakunya berbeda-beda untuk tiap jenis Wajib Pajak yang berbeda. Berikut ketentuannya:

  • Wajib Pajak Orang Pribadi: 7 tahun.
  • Wajib Pajak Badan seperti Koperasi, CV, dan Firma: 4 Tahun.
  • Wajib Pajak Perseroan Terbatas (PT): 3 Tahun.

Jika melihat jangka waktu di atas maka dapat disimpulkan bahwa untuk Wajib Pajak bentuk PT sudah tidak bisa menikmati tarif final 0,5% di tahun 2021 ini.

6. PPN

PPN ini hanya berlaku untuk UMKM yang sudah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Tarif PPN untuk Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) adalah 10%. Ini termasuk untuk impor, sedangkan untuk kegiatan ekspor bebas PPN atau tarifnya adalah 0%.

7. PPh Badan

Pajak ini dibayarkan tahunan dan berlaku untuk skala usaha menengah.

Sesuai dengan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, tarif PPh WP Badan adalah sebesar 25% dari Penghasilan Kena Pajak. Khusus untuk WP Badan berbentuk PT, ketentuan PPh diatur dalam PP Nomor 30 Tahun 2020.

Baca Juga: 10 Strategi Pengembangan UMKM agar Bisnis Semakin Maju

Batas Waktu Pembayaran Pajak dan Pelaporan SPT Pajak UMKM

Jatuh tempo pembayaran pajak dan pelaporan SPT berbeda-beda. Berikut rinciannya:

1. Batas Waktu Pembayaran Pajak

  • PPh 21, PPh 23, PPh 26, dan PPh Pasal 4 ayat (2) dibayarkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
  • PPh Final PP 23/2018 dan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
  • PPN dibayarkan paling lambat akhir bulan berikutnya.
  • PPh Badan dibayarkan paling lambat 30 April setelah akhir tahun pajak. Jika jatuh tempo bertepatan pada hari libur maka dapat dilakukan paling lambat hari kerja berikutnya.

2. Batas Pelaporan SPT Pajak Masa/Tahunan

  • Pelaporan SPT Masa PPh 4 ayat (2), PPh 21, PPh 23, PPh 26 paling lambat 20 hari setelah akhir tahun pajak.
  • Pelaporan SPT Masa PPN paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
  • Pelaporan SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 30 April setelah akhir tahun pajak. Jika jatuh tempo bertepatan pada hari libur maka dapat dilakukan paling lambat hari kerja berikutnya.
BACA JUGA :  Database Marketing: Pengertian, Jenis, Fungsi, Strategi, dll

Cara Menghitung Pajak UMKM Final

Selanjutnya mari mencoba menghitung pajak yang paling dasar dari usaha kamu, yaitu PPh Final.

Seperti yang disebutkan sebelumnya pajak ini dibayarkan ke kas negara setiap bulan, yaitu paling lambat setiap tanggal 15 bulan berikutnya. Nantinya kamu akan mendapatkan NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara) sebagai bukti kamu telah membayar PPh Final tersebut. 

Contohnya kamu merupakan WP Orang Pribadi dengan omzet usaha bulan Januari 2021 adalah sebesar Rp50.000.000 maka tanggal 15 Februari kamu harus menyetor PPh Final sebesar Rp250.000.

Pembayaran pajak ini mudah dan bisa dilakukan tanpa harus datang langsung ke kantor pajak. Pertama-tama buat dulu kode pembayaran melalui e-billing yang tersedia di laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Setelah itu, lakukan pembayaran dengan kode pembayaran tersebut di kantor pos atau bank yang sudah ditunjuk oleh Kemenkeu (Kementrian Keuangan). Pembayaran lewat bank ini bisa melalui teller, ATM, internet banking, maupun mobile banking. 

Seperti yang disebutkan sebelumnya, pajak final adalah pajak yang tidak perlu dilaporkan lagi dalam SPT. NTPN yang ada pada Surat Setoran Pajak PPh Final dianggap sebagai tanggal telah lapor SPT Masa.

Ketentuan untuk UMKM Tidak Mendapatkan Omzet

Seperti yang kita ketahui bahwa pendapatan dari UMKM bisa naik turun setiap bulannya. Bahkan bukan tidak mungkin mengalami kerugian dalam satu bulan. Bagaimana jika hal ini terjadi?

Apabila tidak mendapatkan omzet atau bahkan mengalami kerugian, DJP memberikan keringanan terhadap WP untuk tidak wajib menyetor PPh Final ini kepada kas negara. Jadi jangan perlu khawatir karena potongan hanya akan diambil apabila bisnis tersebut memang mendapatkan omzet.

Itu dia berbagai hal tentang pajak UMKM mulai dari pengertian, jenis pajak, cara menghitung, hingga cara pembayarannya yang wajib diketahui oleh seluruh pelaku UMKM. Mengurus legalitas dari usaha kecil yang dimiliki memang penting, termasuk mengurus pajaknya. UMKM yang resmi akan memiliki kesempatan lebih besar untuk bisa mendapat bantuan agar bisa lebih berkembang.

Mau mengembangkan UMKM? Yuk, buat website toko online gratis di Praktisidigital agar pemasaran lebih maksimal. Jangan khawatir karena kamu bisa langsung jualan hanya dengan daftar di Praktisidigital, lalu upload 3 produk. Praktis, ‘kan?